Urgensi Merawat Komunikasi yang Humanis Pada Pelayanan Kesehatan

- 6 April 2023, 18:47 WIB
Ilustrasi Komunikasi Politik
Ilustrasi Komunikasi Politik /Dewi Rahmayanti

Jurnalmakassar.com - Konon salah seorang kepala bagian sebuah toko besar di New York pernah berkata kepada sahabatnya, bahwa dia lebih baik menerima seorang marketing yang bisa tersenyum dengan pendidikan biasa saja daripada seorang Marketing dengan gelar sarjana namun mukanya sulit untuk menyunggin senyuman.

Ini menandakan betapa penting sebuah senyuman sebagai sebuah prolog awal dari komunikasi lebih lanjut yang humanis (memanusiakan).
Kita mungkin akrab dengan berbagai berita perihal pelayanan yang kurang bersahabat di beberapa instansi pemerintah. Kejadian ini biasanya terjadi pada saat jam-jam sibuk, dimana orang cenderung sensitif terhadap feedback yang kurang nyaman.

Beberapa hari lalu kawan saya bercerita bagaimana dia terpaksa melapor ke Sekda dan mengumpulkan adik-adiknya untuk mendemo instansi tersebut. Persoalannya cukup sepele. Setelah antri berjam-jam, saat giliran nomornya dipanggil tiba-tiba terpending dengan kalimat judes dari seorang staf “anda dengar tadi khan, pelayanan istirahat, mohon dimengerti!”.

Baca Juga: Telkom Segera Integrasikan IndiHome ke Telkomsel Hadirkan Bisnis Layanan Fixed dan Mobile Broadband

Alasan telah masuk waktu shalat sesungguhnya tak jadi soal, itu lumrah. Namun apa sesungguhnya yang terjadi sehingga hal ini berubah menjadi sebuah ketegangan dan berakhir seperti benang kusut. Uniknya lagi, kawan saya ini seorang Dosen Psikologi yang kerap terlibat pada test-test kepribadian dan kejiawaan dibanyak momentum. Semestinya dia lebih paham untuk self control. Namun sepertinya pengalaman tersebut sulit berlaku, sebab dia sedang berada pada posisi seorang anak yang tengah mengantar sang bapak untuk berobat karena sakit jantung yang lumayan parah.

Standar pelayanan para ASN kita diberbagai instansi memang tak sedikit sudah sesuai dengan SOP nya. Dari A-Z semua berupaya diikuti. Namun lagi-lagi selalu terjadi error di dalamnya. Missed antara pelayan dan yang melayani masih menjadi langganan berbagai instansi, dan Rumah sakit menjadi salah satu penyumbang terbesar didalamnya. Padahal berbagai pelatihan, seminar dan workshop telah diikuti, namun diberbagai daerah hal ini selalu berulang, berulang dan berulang.

Perganrian pimpinan tertinggi maupun menegah di dalam sebuah instansi, rolling disetiap bagian agar ada suasana baru, biasanya hanya bertahan beberapa saat saja. Beberapa minggu atau bulan kemudian semua kembali ke karakter semula. Puncaknya, kadang-kadang dimeja pelayanan ataupun didalam ruangan kerap nyaris menjadi arena UFC, minimal perang urat leher dan atau tak didapatinya senyum manis dikedua pihak. Apesnya lagi kadang hal tersebut tak sempat terselesaikan berupa saling memaafkan saat pasien/ keluarga pasien telah selesai urusannya di rumah sakit tersebut. Lambat laun ini akan menjadi kebiasaan yang tak disadari akan menjelma menjadi ‘budaya’ yang tak elok.

Motif Sosiogenis dalam pendekatan W.I Thomas dan Florian Znaniecki antara lain : Keinginan mendapat respon, keinginan pengakuan dan keinginan Rasa aman menjadi variabel paling dominan yang tidak teraplikatif dan akhirnya komunikasi Humanis susah diwujudkan pada pelayanan kesehatan. Dan yang perlu dicatat bahwa komunikasi yang humanis bukan bawaan lahir atau karena keturunan. Dia timbul dari pengalaman dan merupakan hasil belajar dan berhikmah dalam setiap peristiwa. Terkhusus dalam memilih diksi yang tepat untuk berkomunikasi, ini murni dari hasil proses belajar baik secara formal maupun non formal.

Baca Juga: 10 Tips Perjalanan Nyaman Selama Penerbangan ke Luar Negeri

Halaman:

Editor: Aan Febriansyah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x