Hal Terpenting yang Harus Dilakukan saat RI Resesi

- 23 September 2020, 10:49 WIB
iLustrasi Resesi
iLustrasi Resesi /

KaltaraBicara - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan ekonomi nasional resesi pada kuartal III-2020. Hal itu disampaikan setelah Kementerian Keuangan merevisi perkiraan angka pertumbuhan ekonomi tahun ini dari minus 1,1% hingga positif 0,2% menjadi minus 1,7% sampai minus 0,6%.

Sri dalam konferensi pers virtual APBN KiTA mengungkapkan, "Kemenkeu lakukan revisi forecast, sebelumnya untuk tahun ini minus 1,1% hingga positif 0,2%, yang terbaru minus 1,7% sampai minus 0,6%. Ini artinya negatif territory terjadi pada kuartal III dan kemungkinan masih berlangsung pada kuartal IV yang kita berusaha mendekati nol atau positif," pada Selasa, 22 September 2020.

Baca Juga: Pemprov Kaltara, Beri Dana Bantuan untuk Parpol yang Miliki Kursi DPRD

Untuk mengingat resesi sudah pasti akan datang, apa yang harus dilakukan masyarakat menghadapi masa resesi tersebut?

Ekonom dari Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan bahwa hal terpenting yang harus dilakukan masyarakat adalah tetap tenang menghadapi situasi tersebut. Sebab, bila khawatir berlebihan malah akan memperparah dampak resesi yang muncul nanti.

"Masyarakat jangan panik dalam menghadapi resesi, kepanikan dari masyarakat justru bisa memperburuk kondisi dalam resesi," terang Yusuf, pada Selasa, 22 September 2020.

Akan tetapi, di samping itu, masyarakat perlu mengurangi kegiatan konsumsi yang berlebihan. Tujuannya untuk jaga-jaga bila resesi berlanjut hingga akhir tahun.

Baca Juga: Sri Mulyani, RI Dipastikan Resesi di Akhir September 2020

"Resesi menjadi tidak terhindarkan di tengah kasus Covid-19. Untuk itu, kurangi kegiatan konsumsi yang tidak diperlukan sebagai bentuk persiapan jika resesi berlanjut," imbuhnya.

Selanjutnya hal lain yang bisa dilakukan adalah menghidupkan kembali kegiatan sosial di lingkungan tempat tinggal masing-masing untuk saling bantu bila ada warga yang kesulitan di tengah pandemi.

"Aktifkan organisasi atau kegiatan sosial masyarakat di lingkup terkecil seperti RT dan RW fungsinya untuk menjadi garda pertama jika ada masyarakat yang membutuhkan bantuan di tengah resesi," tegasnya.

Sementara serupa diungkapkan oleh Ekonom di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira. Masyarakat wajib punya dana darurat untuk jaga-jaga bila terkena PHK maupun untuk pegangan biaya berobat bila tiba-tiba jatuh sakit.

"Persiapkan dana darurat untuk antisipasi hilangnya pendapatan bahkan pekerjaan karena resesi artinya perusahaan di hampir seluruh sektor akan lakukan efisiensi karyawan. Dana darurat juga berkaitan dengan dana kesehatan apabila mendadak sakit di tengah situasi pandemi Covid-19," ungkap Bhima.

Baca Juga: IMAM, Pertanyakan Kelanjutan Dugaan Kasus Korupsi Proyek Jalan di Malinau Senilai Rp 15 Triliun

Hal itu masyarakat juga diminta mengurangi belanja yang tidak penting agar uangnya bisa disimpan jadi dana darurat tadi.

"Menunda membeli barang yang sifatnya sekunder seperti kendaraan baru, fashion, dan aksesoris yang belum sesuai kebutuhan," sambungnya.

Selanjutnya menumbuhkan kembali jiwa tolong-menolong antar warga dengan membeli produk sehari-hari dari tetangga, teman atau orang terdekat terlebih dahulu dibanding produk impor.

"Masyarakat disarankan untuk saling bersolidaritas atau saling bantu untuk meringankan beban sesama. Bentuknya bisa membeli produk dari teman atau komunitas sekitar dibanding membeli barang impor. Ini hal termudah yang bisa dilakukan," terangnya.

Sehingga, apa yang harus dilakukan pemerintah untuk mengurangi dampak resesi tersebut kepada ekonomi masyarakat?

Sementara Yusuf hal pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah mempercepat penyaluran bantuan kepada lebih banyak penerima yang membutuhkan.

"Jika ada program yang terlambat disalurkan evaluasi kenapa bisa terjadi. Pertimbangkan memperluas penerima program social assistance seperti bansos, Kartu Prakerja ataupun subsidi gaji. Daya beli masyarakat yang terjaga penting di situasi resesi seperti sekarang," ungkapnya.

Selain itu, menurut Bhima adalah mengubah bahkan menghentikan alokasi dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang total pencairannya terlalu kecil. Lalu, dialihkan kepada sektor yang lebih membutuhkan.

"Misalnya anggaran subsidi bunga yang cairnya baru 7,2% dengan pagu Rp 35,2 triliun digeser ke BLT untuk usaha mikro dan ultra mikro (UMKM). Masih banyak UMKM yang belum mendapatkan bantuan tunai pemerintah," sambung Bhima.

Selanjutnya, konsep stimulus diminta jangan lagi berpaku pada perbankan, namun disalurkan juga kepada koperasi untuk menjaring mereka-mereka yang belum tersentuh oleh bank.

"Dari awal stimulus pemerintah terlalu berharap banyak pada perbankan. Misalnya ada penempatan dana untuk restrukturisasi kredit, bahkan menyalurkan bantuan produktif sektor UMKM pun lewat bank padahal jelas sebelum pandemi sektor UMKM masuk dalam kategori unbankable alias tidak layak mendapat pinjaman bank," ujarnya.

Baca Juga: Gubernur Kaltara Kucurkan Dana Rp 221 M untuk BSPS dan Bantuan Sanitasi

"Jadi konsep ini harus diubah, sektor riil yang harus diselamatkan dulu. Kalau mau bantu UMKM lewat koperasi bukan bank, itu jauh lebih efektif," imbuhnya.

Diketahui, penanganan pandemi Covid-19 harus lebih serius lagi. Selaraskan koordinasi antar kementerian dan lembaga yang ada.

"Koordinasi penanganan kita bermasalah, masak ada Menteri Maritim dan Investasi mengurus pandemi, ini serba ruwet. Akhirnya, masyarakat tetap takut untuk belanja di luar rumah, takut tertular Covid-19," tutupnya.

Editor: Ian Kaltara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah