PBNU Menanggapi Pilkada Serentak, 'Politik Bisa Ditunda tapi Keselamatan Nyawa Tidak'

- 23 September 2020, 12:07 WIB
Ketua Umum Pengurus Besar Nadlatul Ulama Said Aqil
Ketua Umum Pengurus Besar Nadlatul Ulama Said Aqil /

Jurnal Makassar - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menjelaskan alasan permintaan penundaan Pilkada 2020. PBNU menegaskan keselamatan rakyat harus diutamakan daripada kepentingan politik.

Ketum PBNU, Said Aqil Siroj dalam Konferensi Besar NU tahun 2020 mengungkapkan, "Kita mengeluarkan pernyataan PBNU meminta kepada pemerintah DPR, KPU agar menunda Pilkada serentak bulan Desember nanti. Kenapa? Didorong dengan rasa tanggung jawab, dari rasa kemanusiaan, maka keselamatan jiwa, keselamatan masyarakat, perintah agama dan itu mandat Undang-Undang Dasar kita harus kita utamakan dari segalanya," pada Rabu, 23 September 2020.

Baca Juga: Pinangki Terdakwa Atas Suap USD 500 Ribu dari Djoko Tjandra

"Politik bisa ditunda tapi keselamatan nyawa tidak bisa ditunda. Bukan, atau salah pahami NU menghambat, mempersulit keberlangsungan agenda demokrasi, agenda politik negara kita, jangan sama sekali tidak. Tetapi betul-betul semata-mata karena kemanusiaan itu harus kita utamakan dari segalanya," imbuhnya.

Ia berharap alasan kemanusiaan dijadikan landasan dalam mengambil kebijakan. Dia kemudian mengusulkan agar Pilkada dipilih oleh DPRD.

"Mari kita jadikan kemanusiaan sebagai komandan kebijakan kita bukan kepentingan politik. Pilkada langsung dipilih rakyat bukan perintah konstitusi, tapi perintah undang-undang. Konstitusi hanya memerintahkan kepala daerah dipilih secara demokratis sehingga dipilih oleh DPRD pun misalnya juga sudah demokratis," ujarnya.

Baca Juga: Hal Terpenting yang Harus Dilakukan saat RI Resesi

Selain itu ia juga menyampaikan bahwa perintah konstitusi adalah pemilihan langsung hanya untuk pemilihan presiden dan wakilnya. Sementara pemilihan kepada daerah adalah perintah undang-undang.

"Perintah konstitusi pemilihan langsung hanya untuk pemilihan Presiden, Wakil presiden, tapi kalau pemilihan gubernur, bupati, walikota itu bukan perintah konstitusi, perintah undang-undang. Itu sesuai keputusan Munas Konbes tahun 2012 di Kempet yang lalu," tegasnya.

Selanjutnya, Said Aqil juga menyinggung rekomendasi penundaan yang diajukan oleh Komnas HAM dan PP Muhammdiyah. Dia mengatakan PBNU tetap menghormati keputusan pemerintah.

"Ini suara Nahdlatul Ulama, kebetulan, Muhammadiyah juga sama, Komnas HAM juga sama. Adapun sikap pemerintah silakan, rekomendasi kita diterima alhamdulillah, kalau misal tidak diterima kita sudah menyampaikan rekomendasi atau sikap kita, diterima alhamdulillah, kalau tidak diterima kami sudah lepas dari tanggung jawab kemanusiaan," sambungnya.

Sementara, Said Aqil mengatakan pandemi Corona masih jauh dari kata selesai. Dia kemudian menjabarkan beberapa pejabat yang terinfeksi virus Corona.

"Kita tahu bahwa pandemi masih belum terkendali, bahkan kemarin itu satu hati 4 ribu orang. Wabilkhusus Jakarta dan Jawa Timur itu paling besar sumbangan korban pandemi itu. Di Kementerian Agama bukan hanya Menteri Agama, beberapa pejabat juga kena. Di Pemerintahan DKI bukan hanya Pak Saefullah yang wafat, tapi beberapa pejabat daerah juga banyak yang dirawat. Beberapa kiai, Banten Katib Syuriah, Gus Kamil Majid Sarang, Tebu Ireng. Itu yang kita tahu, yang kita tahu lebih banyak lagi," ujarnya.

Baca Juga: Pemprov Kaltara, Beri Dana Bantuan untuk Parpol yang Miliki Kursi DPRD

Akan tetapi Said Aqil berharap pandemi Corona segara berakhir. Selain itu, pandemi Corona menuntut umat untuk bisa belajar dan beradaptasi.

"Pandemi ini membuat kita belajar dan adaptasi, kita harus tetap optimis semoga pandemi ini segera dapat dikendalikan dan kita diberikan keselamatan oleh Allah SWT," pungkas Said Aqil Siroj.

 

Editor: Ian Kaltara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x