PBNU Tolak Rencana Pemerintah Soal Investasi Industri Miras

- 1 Maret 2021, 12:06 WIB
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Kiai Haji Said Aqil Siradj.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Kiai Haji Said Aqil Siradj. /PBNU

Jurnal Makassar - Pemerintah baru-baru ini berencana mengeluarkan kebijakan membuka peluang investasi untuk industri minuman keras (Miras).

Hal itu mendapat penolakan di masyarakat, salah satunya dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU).

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) menolak adanya rencana tersebut.

Baca Juga: Ashanty Sudah Membaik dan Jalani Isolasi Mandiri di Rumah

Ketua Umum NU, KH Said Aqil Siroj, mengatakan dengan adanya rencana pemerintah untuk menjadikan industri miras keluar dari daftar negatif investasi akan merugikan masyarakat.

"Minuman keras jelas-jelas lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya," kata Kiai Said dikutip dari Pikiran-rakyat.com dengan judul PBNU Tolak Rencana Pemerintah soal Investasi Industri Miras: Lebih Banyak Mudaratnya.

KH Said Aqil Siroj mengatakan, industri miras hanya akan merugikan masyarakat, karena industri hanya mengejar keuntungan.

Baca Juga: Ramalan Zodiak 1 Maret 2021, Sagitarius, Capricorn dan Pisces Lebih Romantis, Aquarius Sedang dalam Masalah

"Seharusnya, kebijakan pemerintah adalah bagaimana konsumsi minuman beralkohol ditekan untuk kebaikan masyarakat, bukan malah didorong untuk naik," jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, Timnas Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi (PEPI) di bawah Kemenko Perekonomian tengah merevisi Perpres No 36/2010.

Perpres tersebut menyebutkan Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

Baca Juga: Kabar Buruk, Pemeran Andien Sinetron Ikatan Cinta Amanda Manopo Jatuh Sakit

Hidayat mengatakan, revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) merupakan upaya pemerintah untuk memperbarui kebijakan terkait investasi dengan menyesuaikan dengan dinamika dan kebutuhan investasi.

"(DNI) Ya policy mengenai alkohol. Itu kalau diinsentifkan di Indonesia Timur kan tidak apa-apa. Semacam begitulah kira-kira. Dan itu karena peminatnya tinggi. Kalau misalnya wine dibuat di Bali, lalu diekspor 100 persen, why not?" kata Hidayat.

Dia menyatakan, apakah nantinya revisi DNI di sektor minuman beralkohol tersebut berlaku untuk industri yang melakukan perluasan atau bagi investasi baru, hal itu masih dibahas lebih lanjut.***(Muhammad Irfan/Pikiran Rakyat)

Editor: Irsal Masudi

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah