Pegiat Pendidikan Sebut Pandemi Covid-19 Membuat Kesenjangan Pendidikan Semakin Tinggi

- 23 Februari 2021, 13:32 WIB
Murid SMAN 3 Pontianak Saat Menggelar Sekolah Tatap Muka
Murid SMAN 3 Pontianak Saat Menggelar Sekolah Tatap Muka /Yaapi Ramadhan/Warta Pontianak/

Jurnal Makassar – Selama masa pandemi virus corona atau Covid-19, pelajar hingga mahasiswa melakasanakan pembelajaran jarak jauh.

Saat ini sudah hampir setahun melaksanakan pembelajaran jarak jauh.

Pegiat pendidikan Najeela Shihab dalam webinar bertajuk 'Ngobrol Publik (Ngopi): Peluang dan Tantangan Pendidikan Indonesia di Tahun 2021’ mengatakan pandemi menyadarakan bahwa kesenjangan pendidikan masih tinggi.

Baca Juga: Siswa di Lokasi Pengungsian Sulbar Kini Sudah Belajar Online Lagi. Mahasiswa Makassar Sediakan WiFi Gratis

“Kesenjangan dunia pendidikan di Indonesia masih tinggi. Hal itu bukan semata menjadi dampak pandemi, melainkan sudah terjadi sejak beberapa dekade silam,” kata Najeela, 21 Februari 2021.

Tidak hanya itu, Inisiator Semua Murid Semua Guru (SMSG) menyebutkan, jika dulu fenomena disparitas pendidikan ini hanya menjadi bahan diskusi kalangan terbatas, kini kondisinya sudah dapat dirasakan banyak masyarakat.

"Misalnya di suatu daerah, dari luar kita lihat seragam, ternyata beragam kesenjangannya. Tidak hanya soal kualitas, tapi dari berbagai lini," kata Najeela.

Baca Juga: UMI Peringkat 98 Perguruan Tinggi Islam Terbaik Dunia

Dalam webinar itu juga, Najeela membeberkan hasil riset  ISEAS-Yusof Ishak Institute yang dirilis pada 21 Agustus 2020.

Menjelaskan ketimpangan nyata di dunia pendidikan Indonesia selama musim pandemi Covid-19.

“Hampir 69 juta siswa kehilangan akses pendidikan dan pembelajaran di era pandemi,” katanya menerangkan hasil riset.

Baca Juga: Jusuf Kalla Hadiri Tudang Sipulung Virtual Dies Natalis Fisip Unhas

Akan tetapi, di sisi lain, banyak kelompok siswa dari keluarga mapan lebih mudah belajar jarak jauh. Ini implikasi dari ketimpangan, tulis riset itu.

Riset itu juga mendapati hanya 40% orang Indonesia memiliki akses internet. Ia makin membuka tabir ketimpangan infrastruktur komunikasi, khususnya di luar Pulau Jawa.

“Bahkan sekali pun di kota besar seperti Jakarta, ketimpangan akses belajar jarak jauh selama pandemi ini kentara,” jelasnya.

Baca Juga: Digelar Virtual, UKM Litimasi Unibos Gelar Workshop Menyambut PKM

Tidak hanya menyoal teknologi, namun lebih kepada esensi pendidikan.

"Kalau saya, justru tidak pernah khawatir dari ketimpangan di sisi teknologi. Karena anak-anak pasti akan selalu menemukan cara untuk mengatasi keterbatasan itu. Yang paling minim adalah pedagogik,” tambahnya.

"Mau PJJ maupun tatap muka, esensinya adalah kemampuan untuk melakukan diferensiasi dan personalisasi, kemampuan untuk memahami murid, serta kemampuan untuk memberikan umpan balik lewat asesmen sehingga membuat anak lebih baik," kata Najeela.

Baca Juga: Program Kampus Mengajar 2021 Masih Terbuka hingga 21 Februari, Mahasiswa Dapat Insentif Hingga Potongan UKT

Jika pedagogik tidak diakselerasi, maka teknologi apapun yang digunakan akan selalu tidak efektif karena merupakan perjalanan satu arah.

Meski demikian, krisis selalu membuka kesempatan untuk bertransformasi dan mengakselerasi perubahan.

Salah satu cara kerja yang harus diubah dalam sistem pendidikan di tanah air adalah dengan lebih saling memahami, memberikan empati, dan menumbuhkan rasa saling percaya antara siswa, guru, orang tua, dan pemerintah.

Baca Juga: Begini Langkah Sukses Mendaftar SNMPTN 2021, Jangan Sampai Salah dan Menyesal

Kata Najeela, pandemi juga mengubah konsep pendidikan yang kini bukan hanya mengenai persekolahan. Pembelajaran jarak jauh yang kontekstual, non formal, dan fleksibel juga sama pentingnya. Bahkan, dalam beberapa konteks, jauh lebih berdampak dan bermakna.***

Editor: Aan Febriansyah

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x