Ternyata ada Bohong yang Diperbolehkan dalam Islam, Apa Saja Diperbolehkan?

8 Juni 2022, 08:55 WIB
Ilustrasi Bohong. Merinding! Orasi Aktsam bin Shaifi Di Hadapan Raja Kisra Persia: Kebohongan Adalah Lembah Kehancuran /@iwanesjepe

Jurnal Makassar – Bohong sering dikaitkan dengan perbuatan negatif dan tentunya tidak ada yang mau disebut pembohong.

Dalam Islam berbohong adalah dosa. Melakukan sebuah kebohongan di dunia akan mendapatkan konsekuensi yang nyata.

Dalam Quran An-Nahl 105, setiap muslim wajib untuk berkata jujur (tidak berkata bohong) karena kejujuran membawa kebaikan yang akan mengantarkan ke Surga.

Baca Juga: Fakta Tempat Horror Serial Animasi Spongebob Squarepants Diangkat dari Kisah Nyata

Kaum Muslim juga diperintahkan untuk menjauhi perbuatan dusta atau berkata bohong karena kebohongan membawa kejahatan yang akan mengantarkan ke Neraka.

Tidak hanya itu, melakukan perbuatan dusta akan mengurangi rezeki dan keberkahan serta disiksa di alam kubur.

Karena perintah itu banyak yang menjauhi berkata bohong agar tidak mendapat azab yang pedih.

Ternyata di dalam Islam ada bohong yang dikecualikan atau diperbolehkan. Simak penjelasan berikut.

Baca Juga: Fakta Tempat Horror Serial Animasi Spongebob Squarepants Diangkat dari Kisah Nyata

Diriwayatkan oleh Bukhari Muslim dari kitab Al-Birr wass Shilah wal Adab, Ibnu Syihab berkata:

“Aku belum pernah mendengar Rasulullah SAW memberi keringanan untuk berbohong kecuali dalam tiga hal, yakni ketika perang, mendamaikan orang, dan pembicaraan suami kepada istri atau istri kepada suami.”

Hadits tersebut berisi anjuran bahwa boleh berbohong untuk mendamaikan sebuah hubungan, menghilangkan permusuhan, dan memberantas penyebab-penyebabnya.

Dalam hal ini, sering kali seseorang akan berpikir mengatakan sejujurnya lebih baik meskipun menyakitkan. Dalam Islam, jika situasinya dapat merusak hubungan lebih baik tidak mengatakan sebenarnya.

Baca Juga: Member AB6IX Kim Dong Hyun Diisukan Kencan, Begini Tanggapan Brand New Music Selaku Agensi Yang Menaunginya!

Terutama kepada teman ketika terjadi kesalahpahaman. Orang yang melakukan perbuatan tersebut, bisa dianggap sebagai pengadu domba karena ia merusak hubungan sesama manusia.

Yang terbaik yang harus dilakukan seperti dalam hadits Rasullullah adalah menyampaikan perkataan yang baik untuk memperbaiki hubungan antara keduanya, walaupun ia harus melakukan kedustaan.

Bentuk berbohong lainnya, menggunakan sindiran atau menyamarkan yang disebut tauriyah. Artinya, seseorang berbohong bukan bohong benar-benar bohong karena berkata Ath-Thabari “Tidak boleh berbohong, apapun bentuknya.”

Lanjut mereka “Riwayat yang membolehkan dusta disini maksudnya adalah tauriyah.”

Baca Juga: Karakternya di Yumi’s Cells Sempat Dikritik, Begini Tanggapan Kim Go Eun

Sebagai contoh, ketika ada orang zalim ingin membunuh orang. Orang yang ingin dibunuh berlari melewati musafir. Musafir yang menyembunyikan orang tersebut ketika ditanya oleh si zalim. Apkah ia melihat orang berlari ke arah sini.

Musafir itu melangkahkan kakinya satu langkah. Ia pun jawab bahwa ia tidak melihatnya. Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa Musafir tidak berbohong meskipun secara fakta ia melihatnya.

Ketika ia ditanya, ia sudah tidak berada tepat saat ia berdiri melihat orang yang ingin dibunuh oleh si zalim karena ia telah memindahkan langkah kakinya.

Bohong yang diperbolehkan dalam Islam juga termasuk seorang istri kepada suami atau sebaliknya. Ia harus bersikap baik dan dekat dengannya, walaupun ia terpaksa mengungkapkan perasaan yang tidak pernah ada.

Baca Juga: Info Sehat: 7 Manfaat Dark Chocolate Terhadap Kesehatan

Berpura-pura baik dalam hubungan suami istri memang diperintahkan. Sedangkan sikap terus terang yang hanya akan membawa kebencian sebaiknya dibuang.

Seperti yang dikatakan Umar bin Khattab, berbohong saja mengatakan yang indah-indah karena tidak semua pernikahan dibangun atas dasar mencintai tetapi karena hubungan nasab dan agama Islam.

Itulah penjelasan berbohong dalam Islam yang diperbolehkan, dikutip dari buku Wasiat Rasul kepada Kaum Wanita, karya Adil Fatih Abdullah, cetakan 2003***

Editor: Irsal Masudi

Tags

Terkini

Terpopuler